BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam
Islam diajarkan
untuk pemeluknya bahwa sebelum beribadah kita diharuskan untuk bersuci. Oleh
karena itu disyariatkan adanya bersuci (thaharah). Cara bersuci yang dikenal
dalam Islam meliputi mandi, wudhu dan tayamum.
Tayammum tentu bukanlah amalan yang asing
lagi bagi masyarakat kita meski barangkali kita jarang melakukannya karena kita
hidup di lingkungan yang memiliki persediaan air yang melimpah. Namun akan
lebih baik jika kita mengetahui tata cara tayammum yang dituntunkan Rasulullah,
karena suatu saat mungkin kita harus melakukannya.
Penjelasan tentang wudhu dan perkara-perkara
yang bersangkutan dengannya telah kita ketahui dan telah lewat pembahasannya
dalam makalah sebelumnya. Permasalahan berikutnya adalah masalah tayammum dan
beberapa perkara yang berhubungan dengannya. Adapun syariat tayammum ini Allah
yang Maha Sempurna kasih sayang-Nya pada hamba-hamba-Nya berfirman dalam
kitab-Nya yang mulia:
Artinya:“Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[1]
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[2][404]
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”[3]
Dewasa ini banyak orang-orang islam yang
berstatus islam saja tanpa mengikuti aturan-aturan yang ada di dalamnya. Banyak
sekali yang mengaku dirinya beragama islam akan tetapi tidak mengetahui
hukum-hukum syara’ secara baik dan benar.
Maka dari itu dalam makalah ini penulis
merasa penting untuk memaparkan seperti apa cara bersuci jika tanpa air?
Bagaimana hukumnya? Untuk lebih jelasnya akan kami uraikan dalam makalah ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari uraian di
atas dapat kami simpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa
definisi dari tayammum?
2.
Bagaimana
hukumnya?
3.
Apa
saja sebab-sebab yang membolehkan
tayammum?
4.
Bagaimana cara tayamum itu?
5.
Apa
yang dapat membatalkan tayammum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadits
Tentang Tayammum
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ
بْنِ أَبْزَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّيْ
أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبِ الْمَاءَ فَقاَلَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا فَيْ سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا
أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَناَ فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ
ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ فَقَالَ النَّبِيُّ إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيْكَ هَكَذَا فَضَرَبَ
النَّبِيُّ بِكَفَّيْهِ الأَرْضَ وَنَفَخَ
فِيْهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْهِ
Dari Abdurrohman bin Abza berkata: Telah datang
seorang laki-laki kepada Umar bin Khottob seraya berkata: “Saya junub sedangkan
aku tidak mendapati air”, Amar (bin Yasir) berkata kepada Umar bin Khottob:
“Ingatkah engkau ketika kita dahulu pernah dalam suatu safar, engkau tidak
sholat sedangkan aku mengguling-guling badanku dengan tanah lalu aku sholat.
Setelah itu kuceritakan kepada Nabi kemudian beliau bersabda: “Cukuplah bagimu
seperti ini.” Nabi menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah lalu meniupnya
dan mengusapkan ke wajah dan telapak tangannya”.(HR. Bukhori dan Muslim).[4]
Dalam riwayat lain disebutkan dengan lafadz:
التَّيَمُّمُ
ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ
Tayammum itu satu tepukan untuk wajah dan
kedua telapak tangan. (HR. Abu
Daud).
B.
Biografi
Perawi
Ammar bin Yasir adalah Sahabat Nabi Muhammad beliau adalah anak dari Sumayyah binti Khabbab dan Yasir bin Amir yang
merupakan salah satu dari orang yang terawal dalam memeluk agama Islam atau
disebut dengan Assabiqunal Awwalun. Keluarganya berasal dari Tihanah,
suatu daerah di Yaman yag kemudian datang ke Mekkah untuk mencari saudaranya
yang hilang dan kemudian menetap di sana. setelah Ammar bin Yasir dan keluarga
memeluk Islam, kemudian mereka disiksa oleh Abu Jahal untuk melepaskan Islam.
Dalam siksaan itu orang tua Ammar bin Yasir tewas oleh kekejaman kaum Quraisy.
Sementara Ammar selamat setelah diperlihatkan mukjizat oleh Rasulullah yang
mengubah api menjadi dingin. Ia ikut dalam hijrah ke Habasyah (saat ini
Ethiopia) dan kemudian hijrah ke Madinah. Beliau mengikuti Pertempuran Shiffin
dan tewas terbunuh dalam pertempuran itu.[5]
C. Makna Global
Dalam hadits tersebut
penulis menyimpulkan beberapa hal yang terkandung di dalamnya, di antaranya di
bolehkannya tayammum bagi orang yang sedang junub apabila tidak menemukan air.
Demikian juga untuk wanita yang haid dan nifas apabila telah suci (yang sebenarnya harus mandi) tetapi tidak menjumpai air, hendaknya
bertayammum. Anggota tayammum adalah wajah dan tangan, dan menggunakan satu
kali tepukan.
D. Penjelasan
a) Pengertian Tayammum
Tayamum secara etimologi
(bahasa) bermakna القصد (menuju). Adapun secara
terminologi (tinjauan syariat) tayamum adalah menyengaja menggunakan
permukaan tanah untuk bersuci agar menjadi boleh segala yang dibolehkan dengan
wudhu dan mandi.[6]
b) Dalil pensyariatan tayammum
Mengenai tayamum, ada
beberapa dalil yang membenarkan. Allah Ta’ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan
junub[7],
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau
sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pema'af lagi Maha Pengampun”.[8]
Sedangkan dasar
as-sunnah kita dapati hadits yang diriwayatkan oleh imam bukhari dan muslim
dari imran bin hushani. Ia berkata:
كناَّ مع رسول الله صلى
الله عليه وسلم في سفرٍ فصلىَّ باالناسِ فإذَا هو برجلٍ معتزلٍ فقال: ما منعكَ أنْ
تصلي قال: اصابني جنابةٌ ولا ماء, قال عليك بالصّعيدِ فإنهُ يكفيك. رواه الشيحان
Artinya: kami beserta rasulullah dalam suatu
kepergian, maka nabi bersembahyang beserta orang banyak, maka tiba-tiba ada
orang seseorang yang menyendiri. Maka nabi bersabda: “apa yang menghalangimu
untuk bersembahyang?” berkata orang tersebut: “kami mengalami jenabat dan tidak
mendapat air.” Sabda nabi:”pakailah debu (untuk bertayammum), karena tayammum
itu cukup untukmu.” (HR.Asy Syaikhani).[9]
c)
Sebab-sebab dibolehkannya tayamum
Dalam kitab safinatunnajah disebutkan, perkara yang menyebabkan di perbolehkannya tayammum ada 3, yaitu:[10]
1)
Tidak ada air. baik pada waktu
bepergian maupun bermukim.
2) Jika orang sakit khawatir bila menggunakan air sakitnya semakin parah atau memperlambat kesembuhannya, atau anggota badannya terluka, atau dalam keadaan dingin
yang berlebihan sehinngga hawatir menambah parah situasi yang dialaminya apabila
menggunakan air. Hal ini diperbolehkan berdasarkan firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka
mandilah, dan jika kamu sakit[11]
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[12]
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”[13]
Ø Sedangkan dasar yang membolehkan bertayammum karena takut kedinginan
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam bukhari dan muslim dari
abdurrahman bin jubair yang artinya: ”sewaktu ‘Amr bin ‘Ash diutus berperang
Dzatus salasil, berkata: “saya bermimpi bersetubuh pada suatu malam yang sangat
dingin, saya takut tertimpa madharat kalau saya mandi. Karenanya bertayammumlah
saya beserta kawan-kawan untuk sembahyang shubuh. Setelah kami datang kembali
kepada Rasulullah pun bersabda:”hai ‘Amr, engkau telah sembahyang dengan
teman-temanmu sedang engkau junub”? aku berkata:aku ingat firman Allah Azza
wajalla,”dan jangan engkau membunuh dirimu, sesungguhnya Allah sangat
menyayangi akan kamu”, karenanya saya bertayammum dan sembahyang. Maka
tertawalah rasulullah dan tidak mengatakan apa-apa lagi. (HR. Ahmad dan Abu
Daud).
Ø Sedangkan dasar yang membolehkan bertayammum karena luka-luka diriwayatkan
oleh imam Daruquthni dan Ibnu Abbas yang artinya:”Bersabda Nabi SAW:”apabila
seseorang mendapat luka dalam peperangan dijalan Allah atau mendapat luka-luka
bisul kemudian junub, maka ia takut mati bila mandi hendaknya ia bertayammum”. (HR.
Ad Daruquthni).[14]
3)
Orang yang memiliki
air, tetapi ia menghawatirkan dirinya, teman seperjalanannya atau hewan[15] tunggangannya kehausan jika ia menggunakannya.
d)
Tata cara tayamum yang benar
Dari hadits yang kami paparkan di
atas dapat kita simpulkan bahwa tata cara tayammum itu adalah:
1.
Memukulkan
dua telapak tangan ke tanah/ debu dengan sekali pukulan
Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat dalam masalah cukup tidaknya
bertayammum dengan sekali pukulan ke permukaan bumi. Di antara mereka
ada yang berpendapat cukup sekali, tidak lebih, sebagaimana disebutkan dalam
hadits ‘Ammar di atas. Demikian pendapat Al-Imam Ahmad, ‘Atha`, Makhul,
Al-Auza’i, Ishaq, Ibnul Mundzir dan mayoritas ahlul hadits. Demikian juga
pendapat ini adalah pendapat jumhur ahli ‘ilmi. Sedangkan pendapat yang
mengatakan dua kali pukulan ke tanah seperti pendapat kebanyakan fuqaha dengan
bersandar hadits Ibnu ‘Umar dari Rasulullah:“Tayammum itu dua kali pukulan,
sekali untuk wajah dan sekali untuk kedua tangan sampai siku.” (HR.
Ad-Daraquthni). Namun para imam menghukumi hadits ini
mauquf terhadap Ibnu ‘Umar. Demikian pernyataan Ibnul Qaththan, Husyaim, Ad-Daraquthni,
dan yang lainnya.
2. Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel pada dua telapak
tangan tersebut
3. Mengusap wajah terlebih dahulu, lalu mengusap kedua telapak tangan,
bagian dalam maupun luarnya. Ataupun mengusap telapak tangan dahulu baru setelahnya
mengusap wajah. Dalam ihya’ulumuddin disebutkan dalam mengusap wajah tidak
diwajibkan menyampaikan debu itu pada tempat-tempat tumbuhnya rambut cukup
meratakan debu itu pada kulit wajah yang dapat dicakup kedua telapak tangan.[16]
Ulama’berbeda pendapat mengenai
batas tangan yang wajib di usap ketika tayammum. Hal tersebut di karenakan
batasan-batasan mengusap tangan itu tidak di perintahkan secara eksplisit untuk
mengusap tangan hingga dengan kedua sikunya. Pertama; ulama’hanafiyah
berpendapat bahwa tangan yang wajib diusap dalam tayammum adalah hingga kedua
sikunya. Alasannya adalah bahwa tayammum pengganti dari wudhu’, sehingga
mengusap tangan dalam tayammum adalah hingga kedua sikunya. Kaidah yang
digunakan adalah البدل لا يخالف الاصل الا بد
ليل Artinya:”pengganti
tidak akan menyalahi pokok kecuali ada dalil lain.” Disamping itu, hadits riwayat dari jabir
Ibn Abdullah dijadikan alasan yang menyatakan bahwa:
التيمم ضر بتان ضر بة للوجه وضربة للذراعين الى المرفقين
“tayammum terbagi atas dua
usapan: usapan pertama untuk wajah; dan usapan kedua untuk dua tangan hingga
sikunya.”
Sedangkan ulama’ malikiyah dan hanabilah berpendapat bahwa tangan yang
wajib di usap dalam tayammum hanyalah sampai pergelangan tangan (tidak perlu
sampai kedua sikunya), karena kata al-yadd dimutlakan artinya untuk al-kaff
(tangan hingga pergelangannya),[17]
sebagaimana Allah memerintahkan kita untuk memotong tangan pencuri.[18]
Pada dasarnya perbedaan tentang bagian tangan yang
wajib di usap ketika tayamum disebabkan oleh interpretasi terhadap kata
aydiyakun dalam al-qur’an dalam surat an-nisa’:43. Dalam qawl qadim,
Imam syafi’i berpendapat bahwa bagian tangan yang wajib di usap ketika tayammum
hanyalah dua telapak tangan dan punggungnya. Alasan yang digunakan adalah:
قال عمار لعمر رضي الله عنهما تمعكت
فأتيت النبي صلى الله عليه وسلم فقال ويكفيك الوجه والكفان
“Amr berkata kepada ‘Umar ra:”aku menunda (tayammum) dan aku dating kepada
nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:kamu cukup mengusap wajah dan dua telapak
tangan.”
Sedangkan dalam qawl jadidnya, imam
syafi’I berpendapat seperti yang di paparkan oleh imam hambali di atas.alasan
yang digunakan imam syafi’i adalah:
“nabi Muhammad SAW, bersabda:”dalam
tayammum(terdapat dua usapan), satu kali mengusap wajah dan satu kali mengusap
tangan dengan dua sikunya.”
Alasan yang kedua adalah mengqiyaskan mengusap
tangan dalam tayammum kepada membasuh tangan ketika berwudhuk.dalam kitab mukhtashar
al-murzani, imam al-syafi’I berkata:”menurut logika, apabila tayammum
merupakan pengganti wudhuk, (ukuran)mengusap wajah dan dua tangan adalah sama,
baik dalam wudhu’maupun tayammum.”[19]
Ø Cara tayammum untuk bagian yang luka
Apabila terdapat luka yang di balut, maka
melakukan tayammum dan menyapu balut luka tersebut dengan sisa badan yang tidak
terbalut dan mestinya terkena air, dikenai air. Cara ini didasarkan pada hadits
riwayat abu daud dari jabir bin Abdullah, ia berkata:
Artinya:”bahwasanya seorang laki-laki pecah
kepalanya, ia mandi, ia pun mati untuk itu nabi pun bersabda:”sesungguhnya
cukup baginya bertayammum dan membalut lukanya, kemudian menyapu atas
balutannya itu dan membasuh semua anggota yang lain.” (HR. Abu Daud).[20]
Ø Cara mandi tayammum
Apabila junub dan tidak menemukan air untuk
bersuci maka diperbolehkan tayammum. Caranya Dijelaskan oleh syaikh Muhammad
bin Shalih Al ‘Utsaimin bahwa tata cara tayamum karena junub tidak berbeda
dengan tayamum karena hadats kecil, yakni dengan cara menepuk kedua telapak
tangan ke tanah sekali dan membasuh wajah, telapak tangan kanan dan kirinya.[21]
e)
Satu tayammum untuk satu sembahyang
Satu tayammum hanya untuk satu sembahyang, sehingga tiap-tiap melakukan
sembahyang melakukan tayammum lebih dahulu. Hal ini berdasarkan hadits nabi
yang diriwayatkan oleh ad daruquthni dari ibnu abbas. Ibnu abbas berkata:
Artinya:”menurut sunnah, tidaklah boleh
seseorang sembahyang dengan tayammum, selain dari satu sembahyang saja,
kemudian ia bertayammum lagi untuk sembahyang yang lain,” (HR. Ad
Daruquthni).[22]
Dalam kitab mutiara ihya’ulumuddin dijelaskan, tayammum hanya boleh untuk
satu shalat fardhu dan boleh melakukan shalat sunnah berapapun yang di
kehendaki.[23]
f)
Hal Yang Membatalkan Tayamum
Dalam kitab safinatun najah, Perkara yang
membatalkan tayammum ada 3:[24]
1.
Semua perkara yang membatalkan wudu, (juga
membatalkan tayammum)
2.
Murtad (keluar dari islam)
3.
Menduga ada air, jika tayammumnya karena tidak
ada air.
Apabila orang yang bertayammum dan mendapatkan air sebelum ia mengerjakan
sembahyang maka ia harus berwudhu baru sembahyang. Dalam hal ini timbul
perbedaan pendapat fuqaha, bila didapati air selesai sembahyang. Perbedaan
pendapat timbul dalam memahami hadits yang diriwayatkan oleh imam ahmad dan
at-tirmidzi dari abu dzar berkata abu dzar:
Artinya:”nabi SAW bersabda:”bahwasanya tanah
itu alat bersuci bagi orang islam, walaupun sepuluh tahun lamanya ia tidak
mendapatkan air. Maka apabila ia mendapatkan air hendaknya ia kenakan badannya
dengan air itu, karena yang demikian itu lebih baik”. (HR.Ahmad dan
At-tirmidzi).
Menurut abu hanifah, al-auza’iy, al muzanni, al-hadly dan an-nashr, orang
yang tayammum dan melaksanakan sembahyang, ditengah sembahyang mendapat air. Ia
wajib keluar dari sembahyang dan mengulang sembahyangnya itu dengan sempurna
sesudah wudhu. “pendapat imam malik dan abu daud, orang tersebut tidak wajib
keluar, bahkan haram dan sembahyangnya sah.[25] Hal
ini berdasarkan pada firman Allah dalam surat muhammdad:33:
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala)
amal-amalmu.”
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari semua uraian di atas penulis menyimpulkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Tayamum secara etimologi
(bahasa) bermakna القصد (menuju). Adapun secara terminologi
(tinjauan syariat) tayamum adalah menyengaja menggunakan permukaan tanah untuk
bersuci agar menjadi boleh segala yang dibolehkan dengan wudhu dan mandi.
2.
Tayammum di perbolehkan dengan beberapa sebab
serta di dasari dengan firman Allah serta hadits Nabi. Dalam kitab
safinatunnajah disebutkan, perkara yang menyebabkan di perbolehkannya tayammum ada 3, yaitu:
a.
Tidak ada air. baik pada waktu bepergian maupun
bermukim.
b.
Jika orang sakit khawatir bila menggunakan air
sakitnya semakin parah atau memperlambat kesembuhannya, atau anggota badannya
terluka, atau dalam keadaan dingin yang berlebihan sehinngga hawatir menambah
parah situasi yang dialaminya apabila menggunakan air.
c.
Orang yang memiliki air, tetapi ia
menghawatirkan dirinya, teman seperjalanannya atau hewan tunggangannya kehausan jika ia
menggunakannya.
3.
Dari hadits yang kami paparkan di atas dapat
kita simpulkan bahwa tata cara tayammum itu adalah:
1.
Memukulkan dua telapak tangan ke tanah/ debu
dengan sekali pukulan
2.
Meniup atau mengibaskan tanah/debu yang menempel
pada dua telapak tangan tersebut
3.
Mengusap wajah terlebih dahulu, lalu mengusap
kedua telapak tangan, bagian dalam maupun luarnya. Ataupun mengusap telapak
tangan dahulu baru setelahnya mengusap wajah.
4.
Dalam kitab safinatun najah, Perkara yang membatalkan
tayammum ada 3:
1.
Semua perkara yang membatalkan wudu, (juga
membatalkan tayammum)
2.
Murtad (keluar dari islam)
3.
Menduga ada air, jika tayammumnya karena tidak
ada air.
[1] Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena
air.
[2] Artinya: menyentuh. menurut jumhur
Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
[3] Qs.
Almaidah:6.
[4] Salim
Bahreisy, Terjemah Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, (surabaya: balai
pustaka, Tt), 59.
[6]
Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, (yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995),
63.
[7]Menurut
sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang
bagi orang junub yang belum mandi.
[8] QS. Annisa’:43
[9] Ibid, Zakiah
Daradjat, Ilmu Fiqh, 64.
[10] Salim Bin Smeer Al-Hadhrami, Terjemah Safinatun
Najah, (T.kt, T.pn, T.t), 12.
[11] Maksudnya: sakit yang
tidak boleh kena air.
[12] Artinya: menyentuh.
menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.
[13] QS.
Al-maidah:6.
[14] Ibid, Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh, 65.
[15] Adapun
binatang yang tidak di muliakan menurut syara’ ada 6. Yaitu: orang yang
meninggalkan salat, orang zina muhshon, orang murtad, orang kafir yang
memerangi, anjing galak, dan babi.
[16] Irwan kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin,
(Bandung: Mizan Media Utama (MMU), 2003), 56.
[17] Lihat
QS.al-Maidah:38.
[18] Muhammad
Alial-Sawbuni, Rawa’I al-Bayan: Tafsir Ayat al-ahkam jilid II,
(Makkah:T.pn,T.t), 542.
[19] Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang
Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2002), 81.
[20] Ibid, Zakiah
Daradjat, Ilmu Fiqh, 68.
[21] H.E. Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh
Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), 51.
[22] Ibid, H.E.
Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, 50.
[23] Ibid, Irwan
kurniawan, Mutiara Ihya’ Ulumuddin, 57.
[24] Ibid, Salim Bin
Smeer Al-Hadhrami, Terjemah Safinatun Najah, 14.
[25] Ibid, Zakiah
Daradjat, Ilmu Fiqh, 66.
bahasan yang menarik...
BalasHapussering sering post donk ukhty. . .tentang makalah2 keislaman...
lumayan bsa nambah ilmu..
BalasHapusmkasih ukhti :)
jayyid jiddan .... teruslah berkarya
BalasHapusHotel Casino & Gambling 101 - Mapyro
BalasHapusThe casino's website uses cookies. You agree to receive cookies by using them. Read our Privacy 고양 출장샵 Policy 전라남도 출장안마 and Cookie Policy 사천 출장마사지 to ensure 서울특별 출장마사지 your experience 동두천 출장마사지 is